Dakwah On-Line

Menggali ilmu dari pengalaman

Dakwah On-line

Mencoba merubah paradigma dakwah konvensional menjadi sebuah dakwah yang dinamis dan memahami kondisi terkini. Sudah saatnya dakwah bukan hanya dilakukan di Mesjid atau tempat-tempat pengajian. Kirimkan pertanyaan anda melalui email ke diflaizar@yahoo.co.id insya Allah akan saya coba jawab sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri saya.

Drs.H.Diflaizar

Diflaizar, berasal dari Pasaman Barat tepatnya di Sungai Aur,Ujung Gading...salah seorang pelaku sejarah perjuangan dan pernah mengabdikan diri sebagai wakil rakyat selama 10 tahun di Kabupaten Pasaman. Beliau juga peraih Juara Umum Lomba Pidato Tingkat Nasional April 1986 di Jakarta. Kirimkan e-mail ke diflaizar@yahoo.co.id.

Mustahik Zakat

Allah SWT telah menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat di dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya shadaqah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 60)

Di dalam hadits riwayat Abu Daud dari Ziyad bin Al-Harits Al-Shada’i, Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT tidak berwasiat dengan hukum nabi dan juga tidak dengan hukum lainnya sampai Dia memberikan hukum di dalamnya. Maka, Allah membagi zakat kepada delapan bagian. Apabila kamu termasuk salah satu dari bagian tersebut, maka aku berikan hakmu.” (HR Abu Dawud)

Delapan kelompok (asnaf) dari ayat dan hadits di atas, yaitu terperinci sebagai berikut:
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil zakat
4. Mualaf
5. Budak (riqab)
6. Orang yang berutang (gharimiin)
7. Untuk jalan Allah (fisabilillah)
8. Musafir (ibnussabil)

A. Penjelasan Mustahik (Asnaf) Menurut Fikih Zakat Kontemporer

1. Fakir

Fakir adalah orang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan wilayah tertentu. Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk daripada orang miskin.
Orang fakir berhak mendapat zakat sesuai kebutuhan pokoknya selama setahun, karena zakat berulang setiap tahun. Patokan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi adalah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya dalam batas-batas kewajaran, tanpa berlebih-lebihan atau terlalu irit.
Di antara pihak yang dapat menerima zakat dari kuota fakir; apabila telah memenuhi syarat “membutuhkan”, yaitu tidak mempunyai pemasukan atau harta, tidak mempunyai keluarga yang menanggung kebutuhannya, adalah: anak yatim, anak pungut, janda, orang tua renta, jompo, orang sakit, orang cacat jasmani, orang yang berpemasukan rendah, pelajar, para pengangguran, tahanan, orang-orang yang kehilangan keluarga, dan tawanan, sesuai dengan syarat-syarat yang dijelaskan dalam aturan penyaluran zakat dan dana kebajikan. (lihat: Mustahiq Zakat; Lembaga Zakat Internasional, Kuwait, ayat 6 berikut alinea-alineanya).


2. Miskin

Miskin adalah orang-orang yang memerlukan, yang tidak dapat menutupi kebutuhan pokoknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Miskin menurut mayoritas ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Imam Abu Hanifah, miskin adalah orang yang tidak memiliki sesuatu. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, keadaan mereka lebih buruk dari orang fakir, sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hambali, keadaan mereka lebih baik dari orang fakir.
Bagi mereka berlaku hukum yang berkenaan dengan mereka yang berhak menerima zakat.

3. Amil Zakat

Yang dimaksud dengan amil zakat adalah semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran atau distribusi harta zakat. Mereka diangkat oleh pemerintah dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh instansi pemerintah yang berwenang atau oleh masyarakat Islam untuk memungut dan membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran atau penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik harta yang terkena kewajiban membayar zakat dan mereka yang mustahik, mengalihkan, menyimpan dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam rekomendasi pertama Seminar Masalah Zakat Kontemporer Internasional ke-3, di Kuwait.
Lembaga-lembaga dan panitia-panitia pengurus zakat yang ada pada zaman sekarang ini adalah bentuk kontemporer bagi lembaga yang berwenang mengurus zakat yang ditetapkan dalam syariat Islam. Oleh karena itu, petugas (amil) yang bekerja di lembaga tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
Tugas-tugas yang dipercayakan kepada amil zakat ada yang bersifat pemberian kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan) yang harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh para ulama fikih, antara lain muslim, laki-laki, jujur, dan mengetahui hukum zakat. Ada tugas-tugas sekunder lain yang boleh diserahkan kepada orang yang hanya memenuhi sebagian syarat-syarat di atas, yaitu akuntansi, penyimpanan, dan perawatan aset yang dimiliki lembaga pengelola zakat, pengetahuan tentang ilmu fikih zakat, dan lain-lain.
Para amil zakat berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Dengan penekanan supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat (13,5%).
Perlu diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahik lain.
Para amil zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah atau hibah, baik dalam bentuk uang ataupun barang.
Memperlengkapi gedung dan administrasi suatu badan zakat dengan segala peralatan yang diperlukan bila tidak dapat diperoleh dari kas pemerintah, hibah atau sumbangan lain, maka dapat diambil dari kuota amil sekedarnya dengan catatan bahwa sarana tersebut harus berhubungan langsung dengan pengumpulan, penyimpanan dan penyaluran zakat atau berhubungan dengan peningkatan jumlah zakat.
Instansi yang mengangkat dan mengeluarkan surat izin beroperasi suatu badan zakat berkewajiban melaksanakan pengawasan untuk meneladani sunah Nabi saw dalam melakukan tugas kontrol terhadap para amil zakat. Seorang amil zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap harta zakat yang ada di tangannya dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kelalaiannya.
Para petugas zakat seharusnya mempunyai etika keislaman secara umum. Misalnya, penyantun dan ramah kepada para wajib zakat (muzaki) dan selalu mendoakan mereka. Begitu juga terhadap para mustahik, mereka mesti dapat menjelaskan kepentingan zakat dalam menciptakan solidaritas sosial. Selain itu, agar menyalurkan zakat sesegera mungkin kepada para mustahik.


4. Mualaf

Pihak ini merupakan salah satu mustahik yang delapan yang legalitasnya masih tetap berlaku sampai sekarang, belum dinasakh. Pendapat ini adalah pendapat yang diadopsi mayoritas ulama fikih (jumhur). Sehingga kekayaan kaum mualaf tidak menghalangi keberhakan mereka menerima zakat.
Di antara kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat dari kuota ini adalah sebagai berikut:
Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam: sebagai pendekatan terhadap hati orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islaman orang yang berpengaruh untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam: Dengan memersuasikan hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun lembaga, dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim dan membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam permasalahan kaum muslimin. Misalnya, membantu orang-orang non-muslim korban bencana alam, jika bantuan dari harta zakat itu dapat meluruskan pandangan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk Islam serta yang akan menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka, baik moril maupun materiil.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyalurkan zakat kepada pihak ini adalah sebagai berikut:
Terealisasikannya maksud dan kebijaksanaan hukum Islam, sehingga tercapainya tujuan yang didambakan syariat Islam
Menyalurkan harta zakat kepada pihak ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan mudarat terhadap para mustahik yang lain dan tidak berlebihan kecuali kalau memang dibutuhkan.
Ditekankan agar dalam menyalurkan kuota ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindari dampak negatif yang tidak dapat diterima dalam pandangan syariat atau menghindari reaksi yang kurang baik dalam diri kaum mualaf dan menjauhkan perkara lain yang dapat menimbulkan mudarat terhadap Islam dan kaum muslimin.
Disarankan agar menggunakan sarana-sarana dan fasilitas modern agar lebih efektif dan dapat tercapai tujuan dari penyaluran harta zakat ini.


5. Hamba yang Disuruh Menebus Dirinya

Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahik lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur). Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan.

6. Orang yang Berutang (Gharimiin):

Orang berutang yang berhak menerima kuota zakat golongan ini ialah:

Orang yang berutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan.
Utang itu melilit pelakunya.
Si pengutang sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.
Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada si pengutang.
Orang-orang yang berutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berutang untuk mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda kriminal) atau biaya barang-barang yang dirusak. Orang seperti ini berhak menerima zakat, walaupun mereka orang kaya yang mampu melunasi utangnya.
Orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, dimana yang menjamin dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.
Orang yang berutang untuk pembayaran diyat (denda) karena pembunuhan tidak sengaja, apabila keluarganya (aqilah) benar-benar tidak mampu membayar denda tersebut, begitu pula kas negara.
Pembayaran diyat itu dapat diserahkan langsung kepada wali si terbunuh. Adapun diyat pembunuhan yang disengaja tidak boleh dibayar dari dana zakat. Namun demikian, tidak boleh mempermudah pembayaran diyat dari dana zakat, karena banyaknya kasus pembunuhan tidak sengaja, sebab para mustahik zakat yang lain juga sangat membutuhkannya. Untuk itu, dianjurkan membuat kotak-kotak dana sosial untuk meringankan beban orang yang menanggung diyat seperti ini, misalnya karean kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Juga sugesti membuat kotak-kotak dana sosial keluarga atau profesi untuk menyerasikan sistem aqilah (sanak keluarga yang ikut menanggung diyat pembunuhan tidak sengaja) sesuai dengan tuntutan zaman.

7. Fisabilillah

Yang dimaksud dengan mustahik fisabilillah adalah orang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, pengertian jihad tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.
Kuota zakat untuk golongan ini disalurkan kepada para mujahidin, dai sukarelawan, serta pihak-pihak lain yang mengurusi aktivitas jihad dan dakwah, seperti berupa berbagai macam peralatan perang dan perangkat dakwah berikut seluruh nafkah yang diperlukan para mujahid dan dai.
Termasuk dalam pengertian fisabilillah adalah hal-hal sebagai berikut:

Membiayai gerakan kemiliteran yang bertujuan mengangkat panji Islam dan melawan serangan yang dilancarkan terhadap negara-negara Islam.
Membantu berbagai kegiatan dan usaha, baik yang dilakukan oleh individu maupun jemaah yang bertujuan mengaplikasikan hukum Islam di berbagai negara dan menghadapi rencana-rencana jahat musuh yang berusaha menyingkirkan syariat Islam dari pemerintahan.
Membiayai pusat-pusat dakwah Islam yang dikelola oleh tokoh Islam yang ikhlas dan jujur di berbagai negara non-muslim yang bertujuan menyebarkan Islam dengan berbagai cara yang legal yang sesuai dengan tuntutan zaman. Seperti, mesjid-mesjid yang didirikan di negeri non-muslim yang berfungsi sebagai basis dakwah Islam.
Membiayai usaha-usaha serius untuk memperkuat posisi minoritas muslim di negeri yang dikuasai oleh non-muslim yang sedang menghadapi rencana-rencana jahat pengikisan akidah mereka, seperti kristenisasi.

8. Ibnu Sabil

Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya. Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat sebagai berikut:

Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih di lingkungan negeri tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan, maka ia dianggap sebagai fakir atau miskin.
Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga pemberian zakat itu tidak menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.
Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di negerinya sebagai orang kaya. Jika ia mempunyai piutang yang belum jatuh tempo, atau pada orang lain yang tidak diketahui keberadaannya, atau pada seseorang yang dalam kesulitan keuangan, atau pada orang yang mengingkari utangnya, maka semua itu tidak menghalanginya berhak menerima zakat.

B. Penjelasan Mustahik (Asnaf) Menurut Ulama Salaf dari Empat Mazhab

1. Mazhab Syafi’i

Fakir:
Orang yang tidak mempunyai harta dan usaha; atau mempunyai usaha atau harta yang kurang dari seperdua kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.
Miskin:
Orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih, tetapi tidak sampai mencukupi. Yang dimaksud dengan kecukupan, cukup menurut umur biasa 62 tahu, maka mencukupi dalam masa tersebut dinamakan “kaya”, ia tidak boleh diberi zakat, ini dinamakan kaya dengan harta. Adapun kaya dengan usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu tiap-tiap hari atau tiap bulan, maka kecukupannya dihitung saban hari atau saban bulan. Apabila pada suatu hari penghasilannya tidak mencukupi, hari itu dia boleh menerima zakat. Adanya rumah yang ditinggali, perkakas rumah tangga, pakaian dan lain-lain yang perlu dipakai tiap-tiap hari tidak terhitung sebagai kekayaan, berarti tidak menghalanginya dari keadaan yang tergolong fakir atau miskin.
‘Amil:
Semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.
Mualaf:
(a). Orang yang baru masuk Islam, sedang imannya belum kuat. (b). Orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya yang masih kafir, dan kita berharap, kalau dia diberi zakat, orang lain dari kaumnya akan masuk Islam. (c). Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah pengaruhnya. (d). Orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.
Hamba :
Hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya, hamba itu diberi zakat sekadar untuk memerdekakan dirinya.
Berutang :
(a). Orang yang berutang karena mendamaikan antara dua orang/pihak yang berselisih. (b). Orang yang berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah atau yang tidak mubah, tetapi dia sudah tobat. (c). Orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, sedang dia dan yang dijaminnya itu tidak dapat membayar utang itu. Dari pembagian ini, maka yang poin b dan c diberi zakat kalau dia tidak kuasa membayar utangnya, tetapi yang poin a diberi, sekalipun dia kaya.
Fisabilillah:
Tentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri, sedang dai tidak mendapat gaji dan tidak pula mendapat bahagian dari harta yang disediakan untuk keperluan peperangan dalam barisan balatentara. Orang ini diberi zakat, meskipun dia kaya, sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan perang, seperti belanja, membeli senjata, kuda, dan alat peperangan lainnya.

2. Mazhab Hanafi

Fakir:
Orang yang mempunyai harta kurang dari senishab atau mempunyai senishab atau lebih, tetapi habis dengan hajat (keperluannya)
Miskin:
Orang yang tidak mempunyai sesuatu pun.
‘Amil:
Orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
Mualaf:
Mereka tidak diberi zakat lagi, sejak masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq.
Hamba:
Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus (memerdekakan) dirinya dengan uang atau harta lain.
Berutang:
Orang yang mempunyai utang, sedang hitungan hartanya di luar utang, tidak cukup senishab, dia diberi zakat untuk membayar utangnya.
Fisabilillah:
Balatentara untuk berperang pada jalan Allah.
Musafir:
Orang yang dalam perjalanan, yang putus perhubungan dengan hartanya, orang ini diberi zakat.

3. Mazhab Hanbali
Fakir: Orang yang tidak mempunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
Miskin: Yang mempunyai harta seperdua keperluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.
‘Amil: Pengurus zakat, dia diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sepadan dengan upah pekerjaannya).
Mualaf: Orang yang mempunyai pengaruh di sekelilingnya sedang ada harapan ia akan masuk Islam atau ditakuti kejahatannya, atau orang Islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan Islam karena pengaruhnya.
Hamba: Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya itu, ia diberi zakat sekadar penebus dirinya.
Berutang: (a). Orang yang berutang untuk mendamaikan orang lain yang berselisih. (b). Orang yang berutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram, tetapi dia sudah tobat. Keduanya diberi zakat sekadar melunasi utangnya.
Fisabilillah : Balatentara yang tidak mendapat gaji dari pimpinan (pemerintah).
Musafir: Orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang halal (yang dibolehkan). Musafir diberi sekadar cukup ongkos buat pulangnya.

4. Mazhab Maliki
Fakir: Orang yang mempunyai harta, sedang hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun, orang yang mencukupi dari penghasilan yang tertentu tidak diberi zakat; orang yang punya penghasilan tidak mencukupi diberi zakat sekadar mencukupi.
Miskin: Orang yang tidak mempunyai sesuatu pun.
‘Amil: Pengurus zakat, penulis, pembagi, penasihat, dan sebagainya, yang bekerja untuk kepentingan zakat. Syarat menjadi ‘amil, harus adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat.
Mualaf: Sebagian mengatakan, orang kafir yang ada harapan untuk masuk agama Islam, sebagian lain mengatakan, orang Islam yang baru memeluk agama Islam.
Hamba: Hama muslim yang dibeli dengan uang penghasilan zakat dan dimerdekakan.
Berutang: orang yang berutang sedang hartanya tidak mencukupi untuk membayar utangnya, dibayar utangnya dengan zakat, kalau dia berutang bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
Fisabilillah : Balatentara dan mata-mata. Juga harus untuk membeli senjata atau kuda atau untuk keperluan peperangan yang lain pada jalan Allah.
Musafir: Orang yang dalam perjalanan, sedang ia hajat kepada sokongan untuk ongkos pulang ke negerinya, dengan syarat keadaan perjalanannya bukan maksiat.

Tanbih:

Nampak di atas, pendapat ulama salaf (klasik) dari empat mazhab menafsirkan fisabilillah dari ayat surah At-Taubah ayat 60 bahwa bermakna pokok kepada balatentara. Sebab, dalam penafsiran mereka baru hanya mengartikan makna fisabilillah, secara umum, dengan salah satu maknanya yang banyak. Mungkin, mereka menganggap bahwa makna itulah yang terpenting atau mendasar, sehingga pemaknaannya hanya dibatasi pada perkara balatentara dalam peperangan.
Ibnu Atsir memaknai fisabilillah, yakni semua amal kebaikan yang dimaksudkan mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah, bukan hanya sebatas kepada peperangan dan bukan pula menunjukkan makna jelas bahwa maknanya adalah peperangan. Sebab, tidak ada nash Al-Qur`an atau hadits bahwa makna fisabilillah hanya berarti pembelanjaan untuk peperangan.
Di dalam kaidah usul fiqh, ditetapkan bahwa kata-kata umum itu wajib diartikan menurut umumnya selama tidak ada dalil untuk memperkecil (mengkhususkannya). Dan, di sini tidak ada dalil untuk menyempitkan atau mengecilkannya itu. Jadi, harus tetap berarti umum meliputi semua kebaikan yang diridhai Allah.
‘Alim Al-Ghulayaini mengatakan, memberikan sedekah pada jalan Allah, meliputi semua usaha kebaikan untuk kemaslahatan umum atau untuk menghindarkan segala kejahatan, kesulitan umum, seperti persediaan perlengkapan pertahanan, membangun madrasah, dan sebagainya yang bermanfaat dan kebaikannya berguna untuk umat Islam.
Muhammad Rasyid Ridha berpendapat, sesungguhnya yang dimaksud fisabilillah di sini adalah beberapa kemaslahatan muslimin, umumnya yang menambah kekuatan agama Islam dan negaranya, bukan untuk perorangan. Yang paling penting pada masa sekarang ini, persediaan untuk propaganda penyiaran Islam dengan jalan mengirimkan mubalig-mubalig ke negeri-negeri non-Islam, sebagai organisasi yang teratur, seperti yang dilakukan oleh pemeluk agama lain di negeri Islam untuk menyiarkan agama mereka.

C. Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Untuk lebih memperjelas kaidah penerapan hukum zakat terhadap pos-pos pembagian zakat, selain orang-orang yang berhak menerima zakat seperti di atas, maka perlu dijelaskan pula orang-orang yang tidak berhak menerima zakat. Yaitu sebagai berikut:

1. Orang yang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan.

Rasulullah saw bersabda,

“Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR lima orang ahli hadits, kecuali Nasai dan Ibnu Majah)

Sebagian ulama mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kaya (ghaniy) ialah orang yang mempunyai harta atau usaha yang mencukupi untuk penghidupannya sendiri serta orang yang dalam tanggungannya sehari-hari, baik ia mempunyai senishab maupun kurang atau lebih. Sebagaimana hadits Rasulullah saw:

“Barangsiapa meminta-minta, sedang ia mempunyai kekayaan, maka seolah-olah ia memperbesar siksaan neraka atas dirinya.” Yang mendengar bertanya, “Apakah kaya itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang kaya ialah orang yang cukup untuk dimakannya sehari-hari itu (cukup untuk dimakan tengah hari dan untuk dimakan malam.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban)

Juga, ada yang mengatakan bahwa kaya itu adalah orang yang memiliki harta, sekalipun jumlahnya hanya senishab.

2. Hamba sahaya, karena ia masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.

3. Keturunan Rasulullah saw.

Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim)

4. Orang yang dalam tanggungan yang berzakat.
Artinya, muzaki tidak boleh berzakat kepada orang yang dalam tanggungannya itu, apabila pemberian tersebut didasarkan atas dasar kuota fakir atau miskin, karena ia mendapat nafkah yang mencukupi. Akan tetapi, apabila atas dasar kuota lain, seperti karena amil zakat, berutang atau fisabilillah, maka dibolehkan. Atau juga, apabila mereka tidak mendapati nafkah wajib yang mencukupi.

5. Kafir, orang yang bukan Islam.
Rasulullah saw bersabda, “Zakat itu diambil dari orang kaya, dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka (umat Islam).” (HR Jamaah ahli Hadis).

Kedua,
Kaidah Penyaluran Zakat

Bagi pihak-pihak yang telah ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam pengelolaan zakat (BAZ; LAZ; BAZIS; amil zakat), hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah berikut:

Kaidah pokok penyaluran zakat.
Allah SWT telah menentukan mustahik zakat di dalam firman-Nya dalam surah At-Taubah ayat 60. Atas dasar ini, pengelola zakat tidak diperkenankan menyalurkan hasil pemungutan zakat kepada pihak lain di luar mustahik yang delapan di atas. Di sini, terdapat sebuah kaidah umum, bahwa pengelola zakat dalam melakukan pengalokasian, mereka harus mempertimbangkan kemaslahatan umat Islam semampunya. Dalam kaitan ini, pengelola zakat menghadapi beberapa masalah yang perlu dijelaskan, yaitu bagaimana mendistribusikan zakat kepada mustahik yang delapan?
Dalam hal ini, para ulama ahli fikih telah membuat beberapa kaidah yang dapat membantu pengelola zakat dalam menyalurkan zakat, di antaranya adalah sebagai berikut:

A. Alokasi atas dasar kecukupan dan keperluan.
Sebagian ulama fikih berpendapat bahwa pengalokasian zakat kepada mustahik yang delapan haruslah berdasarkan tingkat kecukupan dan keperluannya masing-masing. Dengan menerapkan kaidah ini, maka akan terdapat surplus pada harta zakat, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Umar bin Abdul Aziz. Jika hal itu terjadi maka didistribusikan kembali, sehingga dapat mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin seluruhnya. Atau, mungkin juga akan mengalami defisit (kekurangan), dimana pada saat itu, pengelola boleh menarik pungutan tambahan dari orang-orang yang kaya dengan syarat tertentu sebagai berikut:
1. Kebutuhan yang sangat mendesak di samping tidak adanya sumber lain.
2. Mendistribusikan pungutan tambahan tersebut dengan cara yang adil.
3. Harus disalurkan demi kemaslahatan umat Islam.
4. Mendapat restu dari tokoh-tokoh masyarakat Islam.

B. Berdasarkan harta zakat yang terkumpul.
Sebagian ulama fikih berpendapat, harta zakat yang terkumpul itu dialokasikan kepada mustahik yang delapan sesuai dengan kondisi masing-masing. Kaidah ini akan mengakibatkan masing-masing mustahik tidak menerima zakat yang dapat mencukupi kebutuhannya dan menjadi wewenang pemerintah dalam mempertimbangkan mustahik mana saja yang lebih berhak daripada yang lain. Setiap kaidah yang disimpulkan dari sumber syariat Islam ini dapat diterapkan tergantung pada pendapatan zakat dan kondisi yang stabil.

C. Penentuan Volume Yang Diterima Mustahik
Dalam masalah ini, terdapat beberapa pendapat ulama fikih sebagai berikut:

Untuk masing-masing golongan mustahik zakat dialokasikan sebesar seperdelapan (1/8 atau 12,5%) dari total harta zakat yang terkumpul. Jika dana yang telah dialokasikan bagi suatu golongan itu tidak mencukupi, maka dapat diambil dari sisa dana yang dialokasikan untuk golongan mustahik lain. Apabila tidak ada juga, maka diambil dari sumber lain dari kas negara atau dengan cara mewajibkan pajak baru untuk menutupi kekurangan itu atas mereka yang kaya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.
Bagi setiap golongan mustahik zakat dialokasikan dana sesuai dengan kebutuhannya tanpa terikat dengan seperdelapannya. Apabila harta zakat yang terkumpul itu tidak mencukupi, maka diambil dari sumber lain dari kas negara atau dengan cara mewajibkan pungutan baru atas harta orang-orang kaya untuk menutupi kekurangan itu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat Islam.

Ketiga
Hukum-hukum dari Model Baru Distribusi Zakat

1. Hukum menggunakan harta zakat untuk membeli alat dan sarana bekerja bagi kaum fakir miskin.

Sebagian kaum fakir miskin adalah orang-orang yang bekerja pada suatu profesi tertentu atau mempunyai bakat produksi tertentu, tetapi mereka tidak memiliki alat atau sarana produksi atau profesi tersebut. Para ulama fikih membolehkan pemberian zakat kepada mereka untuk pembelian alat dan sarana bekerja yang keuntungannya dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam Nawawi disebutkan “Penjahit, tukang kayu, tukang bangunan, tukang jagal hewan, atau ahli-ahli produksi dan bekerja lainnya diberi zakat untuk membeli alat produksinya atau bagian dalam produksinya yang dapat mencukupi hidupnya selamanya.”
Di antara operasional kontemporer, kondisi ini adalah:

Pembelian alat bekerja bagi perempuan-perempuan fakir miskin dan mereka yang tidak bisa keluar rumah yang memungkinkan mereka untuk bekerja di dalam rumah. Dengan cara ini, bisa menjadi kekuatan yang produktif.
Pembelian alat bekerja dan alat produksi sederhana bagi para pemuda yang miskin dan menganggur untuk merubah mereka menjadi kekuatan yang produktif dalam sistem pinjaman (Al-Qard Al-Hasan) sebagai ganti dari pinjaman riba dan pinjaman yang mengandung subhat yang diberikan oleh pihak-pihak asing berupa dana pembangunan masyarakat dan yang sejenisnya.
Pembelian alat bekerja dan produksi bagi kaum cacat yang miskin dan melatih mereka keterampilan dan pekerjaan tertentu. Demikian juga halnya dengan para pengungsi, tahanan, dan buangan.
Salah satu pengaruh ekonomi terpenting dari pembiayaan untuk pembelian alat-alat bekerja dari zakat adalah memindahkan mereka dari sumber daya yang menganggur menjadi kekuatan ekonomi produktif yang beberapa waktu kemudian akan beralih menjadi pembayar zakat.

2. Hukum menggunakan zakat untuk membebaskan hutang kaum buruh.

Termasuk dalam kategori gharimiin adalah orang yang terlilit hutang dengan syarat penyebab hutang tersebut disyaratkan (diperbolehkan) atau dia bertaubat dengan sungguh-sungguh. Dasar dari hal ini adalah hadis riwayat Makhriq Al-Hilal:

“Saya menanggung beban berat (hutang), maka saya datang kepada Rasulullah saw. Lalu, beliau bersabda, “Lakukanlah wahai Qubaishah, sampai datang kepada kita shadaqah (zakat) dan kami perintahkan zakat itu untukmu.”
Di antara penerapan zakat kontemporer terhadap pos gharimiin adalah:

Para ahli kebaikan yang beraktivitas di dalam bidang pelayanan sosial umum dan dakwah, yang mana aktivitas tersebut mengharuskan dia menanggung hutang. Mereka bisa mendapatkan zakat.
Kaum buruh dan pekerja yang tertimpa musibah atau krisis yang mengharuskan mereka berhutang yang nyaris mengeluarkan mereka dari lingkaran aktivitas ekonomi, yang tentu saja hal itu sangat menyusahkan dan membahayakan diri mereka, membahayakan para penghutang dan berpengaruh buruk terhadap ekonomi bangsa secara umum. Karena itu, membebaskan mereka dari itu semua dari sebagian harta zakat berarti merealisasikan manfaat-manfaat ekonomi dan membuat mereka tidak berhubungan dengan riba.
Para ulama fikih telah menentukan beberapa syarat bagi mereka yang diberi zakat dalam pos gharimiin, di antaranya yang terpenting adalah:

Orang tersebut membutuhkan uang untuk membayar hutangnya.
Orang tersebut berhutang dalam perkara ketaatan atau dalam perkara mubah, kecuali jika bertaubat yang sebenar-benarnya.
Hutang tersebut telah jatuh tempo.
Hutang tersebut adalah hutang yang bisa ditahan.
3. Hukum menggunakan zakat dalam pembiayaan proyek produksi.

Sejumlah ahli fikih membolehkan pembangunan proyek dengan menggunakan harta zakat dan hasil/labanya diberikan kepada mereka (mustahik zakat). Mereka tidak memiliki hak untuk menjual dan memindahkan kepemilikan proyek tersebut kepada pihak lain, sehingga keberadaan proyek tersebut mirip wakaf. Penggunaan zakat untuk proyek produksi ini dari segi ekonomi dan sosial merealisasikan perubahan kelompok masyarakat miskin dan menganggur menjadi kelompok produktif, sebagaimana ia ikut andil dalam mengatasi problem pengangguran, anak jalanan, kriminalitas dan semua bentuk kerusakan ekonomi dan sosial yang tersebar di mana-mana.
Majelis Fiqh Al-Islami yang berada di bawah Munadhamah Al-Mu’tamar Al-Islami telah mengeluarkan ketetapan tentang bolehnya investasi zakat. Di antara bunyi ketetapan tersebut adalah:
“Dari segi dasar hukum dibolehkannya menggunakan harta zakat dalam proyek-proyek investasi yang berakhir dengan pemberian kepemilikannya kepada orang yang berhak menerima zakat dan proyek tersebut ikut pada pihak yang bertanggung jawab dalam pengumpulan dan pembagian zakat dengan syarat proyek tersebut siap untuk memenuhi kebutuhan mendadak atau jangka pendek bagi mereka yang berhak menerima zakat, serta terpenuhinya jaminan secukupnya untuk menjauhkan diri dari kerugian.”
Dalam setiap kondisi di atas diharuskan adanya studi kelayakan yang sempurna, yang dalam ilmu ekonomi dikenal dengan studi kelayakan bisnis sebelum terjun ke dalam pembangunan dan pembiayaan proyek-proyek zakat, agar harta yang ditanamkan tidak terbuang sia-sia karena mengalami kerugian. Beberapa badan zakat di negara-negara Islam telah melakukan pembangunan. Misalnya, proyek-proyek ini, terutama di Afrika dan negara-negara Islam yang miskin.
Para ulama fikih kontemporer telah meletakkan beberapa kaidah dan batasan syar’i bagi investasi zakat, di antaranya yang terpenting adalah:

Proyek investasi tersebut harus mendorong risalah zakat dan merupakan salah satu cara atau metode dakwahnya.
Organisasi dan administrasi pengelola proyek-proyek tersebut harus berpegang pada ajaran-ajaran Islam dalam setiap aktivitas lainnya. Misalnya, tidak bermuamalah dengan riba dan harta kotor lainnya serta tidak mendukung musuh-musuh agama dan kaum perusak.
Berkeadilan dalam pembagian investasi dan labanya.
Proyek tersebut telah disetujui berdasarkan studi kelayakan yang objektif.
Proyek tersebut memilih orang-orang berkualitas, amanah, dan berakhlak baik.
Harus dibangun politik investasi yang jelas untuk menguatkan ekonomi kaum fakir miskin dan merealisasikan maslahat para penerima zakat lainnya sesuai dengan prioritas Islam.
Orang-orang yang mempunyai kapasitas keilmuan yang mencukupi. Dan operasional dari para mustahik atau dari para ahli harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut.
Organisasi pengelola zakat harus menjadi wakil para mustahik dalam investasi zakat pada hal-hal yang dimampui.
Manfaat langsung dari hasil investasi zakat tersebut harus diarahkan para mustahik zakat.
Dalam pemilihan proyek-proyek investasi tersebut harus dijaga prioritas-prioritas syariah.
Harus menjaga keragaman dalam pemberian untuk membekali masyarakat dalam tuntutannya yang bersifat materi, pemikiran, dan ruhiyah.
Investasi tersebut tidak boleh membahayakan atau berakibat buruk bagi maslahat umum umat Islam.


4. Hukum menggunakan zakat dalam dakwah Islamiyah.

Dakwah menyeru kepada Allah SWT adalah keharusan syariah dan kebutuhan manusia untuk membersihkan mereka dari kerusakan yang tampak di daratan, di lautan, dan di mana saja. Allah SWT telah memerintahkan hal itu kepada kita dengan firman-Nya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali-'Imran [3]: 104)

Dan, Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka dengan lisannya. Dan, jika dia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)

Dewasa ini, musuh-musuh Islam memiliki lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok misionaris yang tidak mungkin dibendung dengan cara sendiri-sendiri (individual), tetapi harus dilawan melalui lembaga dan kelompok pula (sistem organisir). Keharusan ini derajatnya menjadi wajib, karena kaidah mengatakan, “maa laa yatimul wajib illa bihi fahuwa waajibun” (sesuatu, yang mana hal yang wajib tidak bisa dijalankan atau sempurna kecuali dengannya, maka hal tersebut (hukumnya) wajib). Karena itu, dakwah ke jalan Allah kepada semua manusia dan menghilangkan rintangannya adalah wajib dalam bentuk jamaah atau secara terorganisir. Dari sinilah, muncul banyak organisasi yang tujuan utamanya adalah dakwah.
Muncul beberapa pertanyaan tentang kemungkinan mengarahkan harta zakat kepada organisasi-organisasi tersebut untuk membantu mereka dalam mengemban risalahnya yang disyari’atkan.
Para ulama fikih zakat telah mendiskusikan hal ini secara terperinci pada Muktamar Internasional yang diadakan di Senegal pada tahun 1415 H./1995 M. Di antara tema yang diangkat pada muktamar tersebut adalah peran zakat dalam dakwah Islamiyah. Muktamar tersebut menetapkan wajibnya peran zakat dalam dakwah, yang di antara dalil yang dijadikan landasan pada masalah ini adalah:

Wajibnya dakwah ke jalan Allah SWT sebagaimana terdapat dalam Al-Qur`an, hadits, dan kesepakatan ulama (ijma’).
Pos fisabilillah dalam zakat memungkinkan untuk mencakup aktivitas menolong agama Allah SWT, jalan dan syariatnya yang suci serta memelihara kemaslahatan umum umat Islam yang dengannya perkara agama dan negara bisa tegak.
Menghadang laju misionaris – Kristen; Yahudi; dll—yang dilakukan di negara-negara Afrika, Sudan, dan Indonesia. Mereka menggunakan bantuan-bantuan Sembako dan yang semisalnya untuk diberikan kepada fakir miskin agar mereka meninggalkan agama Islam dan berpindah ke agama mereka.
Menghadapi peperangan, pengekangan, pembunuhan, penawanan umat Islam, perusakan kehormatan perempuan muslimah dan pengusiran mereka dari tempat tinggal, kampung halaman, dan tanah air mereka serta merampas harta mereka sebagaimana yang terjadi belakangan ini di Chechnya, Palestina, Kosova, Bosnia Herzegovina, dan di banyak negara Afrika.
Tujuan-tujuan di atas, masuk ke dalam kategori jihad Islami yang tidak terbatas hanya pada jihad dengan jiwa saja, tetapi mencakup jihad dengan harta dan ucapan pengajaran. Masuk ke dalam kategori ini hal-hal berikut:

Pembangunan pusat pendidikan atau pelatihan dai di jalan Allah.
Percetakan dan penyebaran buku-buku Islam, begitu juga majalah dan surat kabar yang mengutamakan mengangkat problematika umat Islam.
Pembangunan pusat-pusat pemeliharaan masyarakat, sekolah-sekolah, dan rumah sakit bagi minoritas umat Islam yang hidup di negara non-muslim.
Pembiayaan untuk pengiriman misi-misi pendidikan yang akan kembali ke negara-negara Islam untuk mendidik mereka ilmu-ilmu agama.
Berikut beberapa pendapat ulama dan ahli fikih yang membolehkan pengeluaran zakat untuk pembiayaan dakwah Islam, baik dilakukan oleh pribadi maupun oleh jamaah atau lembaga dengan memasukannya sebagai jihad fisabilillah:

Mufassir Ath-Thabari dalam kitab tafsirnya, menafsirkan fisabilillah dengan mengatakan, “Yang dimaksud fisabilillah adalah pembelanjaan di dalam menolong agama Allah dan ajaran-Nya yang disyariatkan untuk hamba-Nya dengan memerangi musuh-Nya.”
Syeikh Al-Azhar, Syeikh Mahmud Syaltut berkata dalam menafsirkan fisabilillah, “Bahwa yang dimaksud dengan fisabilillah adalah kemaslahatan umum, yang pertama dan yang utama adalah penyusunan kekuatan perang dan penyiapan kekuatan yang matang untuk dakwah Islam dan para da’i yang memperlihatkan keindahan dan toleransi Islam, menggambarkan hikmah dan menyampaikan hukum-hukumnya serta terus menyerang musuh yang mengembalikan makar mereka kepada mereka sendiri. ( Islam Aqidah wa Syar’iyah)
Pengarang tafsir Al-Manar, Syeikh Rasyid Ridha berkata, “Sesungguhnya makna fisabilillah mencakup semua perkara yang disyaratkan yang diniatkan untuk mencari ridha Allah dengan meninggikan kalimat-Nya, mendirikan agamanya, membagusi ibadah dan manfaat ibadahnya.”
Yusuf Al-Qardhawi berkata, “Salah satu yang sesuai dengan makna jihad pada saat ini adalah aktivitas untuk membebaskan bumi Islam dari kekuasaan orang kafir. Setiap peperangan untuk menolong agama Allah, meninggikan kalimat-Nya, mempertahankan bumi Islam, dan menjaga kehormatan Islam adalah masuk ke dalam pos mustahik fisabilillah.”
Ringkasannya: bahwa dakwah ke jalan Allah dengan hikmah dan mau’idhah atau pelajaran yang baik adalah masuk ke dalam cakupan pos mustahik mualaf dan fisabilillah yang dimungkinkan untuk membiayainya dari harta zakat.

Keempat
Lembaga-lembaga Zakat Kontemporer

1. Kebutuhan untuk membangun lembaga zakat.

Kewajiban zakat merupakan beban yang diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, dan salah satu tanggung jawab pemimpin adalah melakukan aktivitas mengumpulkan zakat dan membaginya pada pos-posnya yang syar’i. Di antara dalilnya adalah firman Allah SWT:
“(Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS Al-Hajj [22]: 41)
Rasulullah saw menunjuk sendiri para amil zakat, mengawasi dan mengontrol mereka. Hal seperti itu juga dilakukan oleh para Khulafaur Rasyidin, pengikutnya, dan para pemimpin yang berjalan mengikuti mereka.

Ketika musuh Islam berhasil menjauhkan umat Islam dari syariat agamanya, yang di antaranya adalah syariat zakat, yang mana mereka mewajibkan pajak dan membiarkan zakat menjadi suatu pilihan bukan kewajiban, para penguasa muslim tidak memaksa pembayarannya, sehingga menjadi kewajiban yang terlupakan. Ketika muncul kebangkitan Islam dengan gerakan dan jamaah serta ulamanya, mereka berkompeten untuk menerapkan kewajiban zakat dan memberinya sifat keharusan. Salah satu dari langkah awal penerapan ini adalah pendirian lembaga-lembaga zakat di banyak negara Islam. Sekarang ini tidak ada satu negara muslim pun yang tidak ada lembaga zakatnya. Bahkan, lembaga-lembaga tersebut menembus negara-negara non-muslim, dimana terdapat kaum muslimin. Lembaga-lembaga tersebut secara nisbi telah berhasil dalam menjalankan risalahnya.
Macam-macam lembaga zakat kontemporer.
Lembaga zakat dari sudut pandang hubungannya dengan negara terbagi menjadi:

Lembaga zakat pemerintah yang termasuk bagian daripadanya, sebagaimana yang ada di Saudi Arabika, Kuwait, Iran, Pakistan, dan Sudah. Artinya lembaga tersebut dianggap sebagai bagian dari sistem keuangan negara.
Lembaga zakat di bawah pembinaan dan pengawasan negara (pembinaan dan pengawasan keuangan dan administrasi) sebagaimana yang ada di Libia, Yaman, Mesir, dan Indonesia.
Lembaga zakat swasta, seperti lembaga dan panitia zakat yang didirikan oleh perusahaan atau lembaga, seperti kas zakat pada bank dan lembaga-lembaga Islam..
Lembaga zakat pribadi atau perseorangan, yang mana sebagian orang mendirikan lembaga zakat.
Lembaga-lembaga di atas menamakan diri mereka dengan nama yang berbeda-beda, misalnya, Bait Al-Zakat, Haiat Al-Zakat, Maslahat Az-Zakat, Darul Zakat, Sunduq Al-Zakat, Lajnah Al-Zakat. Sedangkan, di Indonesia, di antaranya, Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan Amil Zakat (BAZ), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Dompet Dhuafa.
Dengan usaha yang besar telah didirikan lembaga zakat internasional untuk melakukan aktivitas kerja sama antara semua lembaga zakat di seluruh dunia. Program ini sekarang dilakukan oleh Rabithah Al-‘Alam Al-Islami yang berpusat di Saudi Arabia.

2. Tugas dan tanggung jawab lembaga zakat.

Lembaga zakat, apa pun namanya, memegang tanggung jawab pengumpulan zakat dari para mukalaf dan membaginya ke pos-pos yang berbeda-beda sebagaimana ditetapkan oleh Allah dalam kitab-kitab-Nya. Tugas dan tanggung jawab tersebut menuntut beberapa aktivitas, antara lain:

Menyiapkan daftar para wajib zakat, baik pribadi maupun perusahaan, sehingga menjadi pedoman bagi para amil zakat untuk berkomunikasi dengan mereka dalam rangka menghilangkan dan memperoleh zakat dari mereka.
Membantu individu dan perusahaan dalam menghitung zakat sesuai dengan dasar-dasar fikih dan akuntansi zakat.
Berusaha memperoleh zakat dari para wajib zakat sesuai dengan macam harta dan aktivitas yang tunduk kepada zakat.
Distribusi zakat kepada para mustahik sesuai dengan koridor prioritas Islam dengan mendahulukan yang lebih penting dan mendesak (dharuri), kemudian baru kepada prioritas selanjutnya (hajiyat). Dalam hal ini, lembaga zakat dibantu dengan lembaran atau daftar mustahik.
Melakukan aktivitas penyuluhan untuk mendorong umat Islam agar membayar zakat pada waktunya. Di antara cara dan sarana penyuluhan adalah buku, selebaran, brosur, ceramah, seminar, muktamar, buletin, dan media, baik elektronik maupun media massa.
Menjawab pertanyaan kaum muslimin tentang zakat melalui majelis (departemen; lajnah) fatwa lembaga zakat.
Mengeluarkan fatwa dalam masalah zakat kontemporer yang baru melalui perantaraan para ulama besar atau lembaga tertinggi untuk fatwa zakat.
Menyiapkan rencana, strategi program, neraca anggaran dan ketetapan yang berkaitan dengan zakat berdasarkan skala waktu atau periode tertentu untuk diajukan kepada bagian administrasi lembaga zakat agar diambil ketetapan yang semestinya.
Hal penting yang harus ditegaskan di sini adalah bahwa lembaga zakat harus mempunyai perangkat syar’i, administrasi; akuntansi, dan teknis yang independen dari sistem perpajakan kontemporer, sebagaimana lembaga zakat tersebut harus mempunyai neraca yang independen secara keseluruhan dari neraca umum negara. Sebab, maslahat pajak kontemporer tidak bisa dihitung sebagai pengganti lembaga zakat.

Kelima
Fatwa-fatwa Kontemporer
Tentang Mustahik dan Lembaga-lembaga Zakat

1. Pemberian zakat kepada kerabat.

Masalah:
Apakah boleh memberikan zakat kepada kerabat yang fakir?
Fatwa:
Kerabat yang fakir termasuk mustahik zakat. Mereka harus diprioritaskan, karena termasuk silaturahmi. Namun, tidak boleh membayar zakat kepada orang yang harus diberi nafkah, misalnya, kedua orangtua, anak-anak, istri, dan kakek.

2. Pemindahan zakat

Masalah:
Apakah boleh memindahkan zakat kepada kerabat saya yang miskin di tempat lain?
Fatwa:
Ulama sepakat bahwa zakat dibagi untuk daerah tempat zakat tersebut diperoleh. Kecuali dalam beberapa kondisi berikut:

Pemindahan zakat kepada kerabat muzaki di daerah lain yang miskin. Sebab, hal itu termasuk silaturahmi.
Adanya kaum fakir di daerah lain yang keadaannya lebih buruk daripada para mustahik zakat di daerahnya sendiri.
Muzaki tidak mengetahui kaum fakir miskin di daerahnya dan mengetahui keberadaan mereka di daerah atau negara lain, seperti orang yang hidup di Eropa mengirimkan zakatnya kepada kaum fakir di Yaman dan Bangladesh.
3. Keharusan mencakup seluruh pos-pos penerimaan zakat (mustahik)

Masalah:
Apakah boleh membatasi penyaluran zakat hanya untuk satu pos saja atau satu orang saja dalam membayar zakat?
Fatwa:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa disunahkan membagi zakat kepada pos-posnya (seluruh mustahik) dan pada waktu mendesak (dharurat) dibolehkan membatasinya dalam satu pos saja atau terbatas dalam satu orang saja.

4. Persamaan bagian antara masing-masing mustahik zakat.

Masalah:
Apakah harus menyamakan jumlah yang dibagi di dalam pembagian zakat kepada masing-masing mustahik?
Fatwa:
Tidak diharuskan menyamakan jumlah pembagian zakat, namun disesuaikan dengan prioritas Islami sesuai dengan konteks prioritas pertama (dharurat) dan prioritas kedua (hajiyat).

5. Pengakhiran pembayaran zakat

Masalah:
Terkadang datang waktunya pembayaran zakat, namun saya tidak mempunyai uang tunai untuk membayarnya. Apakah boleh mengakhirkan pembayarannya? Apakah boleh berutang untuk membayar zakat?
Fatwa:
Hukum asal waktu membayar zakat adalah bersegera dalam membayarnya, sehingga jika diwajibkan maka ia menjadi hutang dalam tanggungan muzaki. Jika ia meninggal maka didahulukan pembayaran zakat atas hutang-hutangnya yang lain, dan tidak boleh mengakhirkan kecuali karena dharurat yang diperhitungkan secara syar’i.
Selain itu, boleh juga membayar zakat sebelum waktunya, baik dengan mencicil maupun sekaligus. Kemudian, ketika datangnya kewajiban membayar zakat atau pada akhir haul diperhitungkan antara yang telah dibayar dengan yang wajib dibayarkan.

sumber: "Panduan Zakat Pintar" Karya: H. Hikmat Kurnia dan H.A..Hidayat, L.C. diterbitkan oleh Qultumedia Th. 2008




Persiapkan diri menyambut Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang berlimpah pahala, seperti digambarkan dalam Alquran yang diturunkan sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia, di dalamnya juga terdapat malam yang memiliki nilai lebih baik dari pada seribu bulan, Lailatul Qadr (QS. Al Qadar:3). Selama Bulan Ramadhan, seluruh umat Muslimin di dunia menjalankan perintah puasa, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah, atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya pada mereka.
Dalam Surat Al-Baqarah, Allah menyatakan perihal Bulan Ramadhan sebagai berikut:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpusa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah [2]: 185)
Menunaikan kewajiban berpuasa untuk mencapai ridha Allah adalah suatu bukti keimanan yang kuat, kesucian jiwa, keikhlashan hati, dan rasa takut kepada Allah. Puasa adalah suatu bentuk penyembahan khusus antara hamba dan Allah sebagai Tuhannya, karena hanya Allah yang mengetahui 'azam/niat seseorang, keikhlashan, kemurnian dan perhatiannya atas amalan yang halal dan yang haram, termasuk ketika seseorang menunaikan kewajiban ini. Tak seorangpun mengetahui apakah seseorang berpuasa untuk memberi kesan kepada orang-orang sekitarnya ataukah untuk maksud lain di luar tujuan suci yang utama. Orang yang berpuasa diberi imbalan sebagai amalan sesuai dengan apa yang ada dalam pandangan Allah.
Rasulullah memberi berita yang menggembirakan kepada umatnya dalam sebuah hadits: Sungguh! kebahagiaanlah bagi orang-orang yang melalui bulan (Ramadhan) ini dengan berpuasa, beribadah, dan melakukan amal kebaikan (amal sholeh)!
Allah menyampaikan kewajiban berpuasa ini dalam Alquran Surat Al Baqarah:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah [2]: 183)
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, salah satu alasan mengapa puasa diwajibkan adalah agar manusia bertakwa dan mampu menahan hawa nafsunya. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah percaya (beriman) kepada Allah dengan hati tulus, mematuhi segala perintahnya dan menjauhi godaan hawa nafsunya. Dengan demikian, moralitas seseorang akan tumbuh baik seiring dengan waktu, keimanannya semakin mendalam, dan ketakutannya pada Allah makin kokoh.
Akan tetapi, satu hal penting bahwa keimanan yang suci, do'a yang tulus, dzikir pada Allah dan keinginan untuk mengekang hawa nafsu seharusnya tidak surut dengan berakhirnya bulan puasa. Seseorang dengan keimanan yang teguh memancarkan moralitas/semangat Ramadhan bahkan setiap saat dalam hidupnya. Allah telah membuat kewajiban berpuasa hanya pada saat tertentu, dan memerintahkan manusia untuk menjauhi hal yang terlarang/salah. Manusia harus menjauhi hal-hal terlarang sepanjang hidupnya, mendengarkan suara hati nurani, berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan kembali hanya kepada-Nya. Inilah moralitas yang disenangi oleh Allah. Melakukan hal-hal yang berlawanan dengan ibadah, doa dan dzikir pada Allah selama Bulan Ramadhan, dan menjauhi kebenaran yang tercantum dalam Alquran, sesaat setelah Bulan Suci ini berlalu, merupakan perbuatan yang dimurkai Allah. Hal ini dikarenakan pada Hari Pengadilan setiap orang akan diminta untuk menghitung seluruh amal perbuatannya, besar atau kecil, dan akan diganjar dengan ganjaran yang setimpal. Barang siapa bertakwa dan mendengarkan hati nuraninya akan selamat, dan barang siapa menolak dan membantah Allah akan mendapatkan adzab yang tiada akan pernah berakhir di neraka.


Persiapan Mental
Persiapan mental untuk puasa dan ibadah terkait lainnya sangat penting. Apalagi pada saat menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusu’an ibadah Ramadhan. Dan kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.

Persiapan ruhiyah (spiritual)
Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).

Persiapan fikriyah
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.

Persiapan Fisik dan Materi
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).

Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah Ramadhan.

Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)
Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman :

« Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri » (QS AR- Ra’du 11).

Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya; peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami. Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat.

Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT. berfirman:
 
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur 31).

Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT.  

“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)

Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah
Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan.

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah

April Mop (Hari Pembantaian Kaum Muslimin)

April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487, atau bertepatan dengan 892 H. Sejak dibebaskan Islam pada abad ke- 8M oleh Panglima Thariq bin Ziyad, Spanyol berangsur-angsur tumbuh menjadi satu negeri yang makmur. Pasukan Islam tidak saja berhenti di Spanyol, namun terus melakukan pembebasan di negeri-negeri sekitar menuju Perancis. Perancis Selatan dengan mudah dibebaskan. Kota Carcassone, Nimes, Bordeaux, Lyon, Poitou, Tours, dan sebagainya jatuh. Walaupun sangat kuat, pasukan Islam masih memberikan toleransi kepada suku Got dan Navaro di daerah sebelah Barat yang berupa pegunungan.

Islam telah menerangi Spanyol. Karena sikap para penguasa Islam yang begitu baik dan rendah hati, banyak orang-orang Spanyol yang kemudian dengan tulus dan ikhlas memeluk Islam. Muslim Spanyol bukan saja beragama Islam, namun sungguh-sungguh mempraktikkan kehidupan secara Islami. Tidak saja membaca Al-Qur’an, namun bertingkah laku berdasarkan Al-Qur’an. Mereka selalu berkata tidak untuk musik, bir, pergaulan bebas, dan segala hal yang dilarang
Islam. Keadaan tenteram seperti itu berlangsung hampir enam abad lamanya.

Selama itu pula kaum kafir yang masih ada di sekeliling Spanyol tanpa kenal lelah terus berupaya membersihkan Islam dari Spanyol, namun selalu gagal. Maka dikirimlah sejumlah mata-mata untuk mempelajari kelemahan umat Islam Spanyol. Akhirnya mereka menemukan cara untuk menaklukkan Islam, yakni dengan pertama-tama melemahkan
iman mereka melalui jalan serangan pemikiran dan budaya .

Maka mulailah secara diam-diam mereka mengirimkan alkohol dan rokok secara gratis ke dalam wilayah Spanyol. Musik diperdengarkan untuk membujuk kaum mudanya agar lebih suka bernyanyi dan menari daripada membaca Al Qur’an. Mereka juga mengirimkan sejumlah ulama palsu untuk meniup-niumkan perpecahan ke dalam tubuh umat Islam Spanyol. Lama-kelamaan upaya ini membuahkan hasil.

Akhirnya Spanyol jatuh dan bisa dikuasai Pasukan Salib. Penyerangan oleh pasukan Salib benar-benar dilakukan dengan kejam tanpa mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya pasukan Islam yang dibantai, tetapi juga penduduk sipil, wanita, anak-anak kecil, orang- orang tua. Satu-persatu daerah di Spanyol jatuh. Granada adalah daerah terakhir yang ditaklukkan . Penduduk-penduduk Islam di Spanyol (juga disebut orang Moor) terpaksa berlindung di dalam rumah untuk menyelamatkan diri. Tentara-tentara Salib terus mengejar mereka.

Ketika jalan-jalan sudah sepi, tinggal menyisakan ribuan mayat yang bergelimpangan bermandikan genangan darah, tentara Salib mengetahui bahwa banyak muslim Granada yang masih bersembunyi di rumah-rumah. Dengan lantang tentara Salib itu meneriakkan pengumuman, bahwa para Muslim Granada bisa keluar dari rumah dengan aman dan
diperbolehkan berlayar keluar Spanyol dengan membawa barang-barang keperluan mereka. Orang-orang Islam masih curiga dengan tawaran ini. Namun beberapa dari orang Muslim diperbolehkan melihat sendiri kapal- kapal penumpang yang sudah dipersiapkan di pelabuhan . Setelah benar- benar melihat ada kapal yang sudah disediakan, mereka pun segera
bersiap untuk meninggalkan Granada dan berlayar meninggalkan Spanyol.

Keesokan harinya, ribuan penduduk muslim Granada keluar dari rumah-rumah mereka dengan membawa seluruh barang-barang keperluan, beriringan berjalan menuju pelabuhan. Beberapa orang Islam yang tidak mempercayai pasukan Salib, memilih bertahan dan terus bersembunyi di rumah-rumah mereka. Setelah ribuan umat Islam Spanyol berkumpul di pelabuhan, dengan cepat tentara Salib menggeledah rumah-rumah yang telah ditinggalkan penghuninya. Lidah api terlihat menjilat-jilat angkasa ketika mereka membakari rumah-rumah tersebut bersama dengan orang-orang Islam yang masih bertahan di dalamnya. Sedang ribuan umat Islam yang tertahan di pelabuhan, hanya bisa terpana ketika tentara
Salib juga membakari kapal-kapal yang dikatakan akan mengangkut mereka keluar dari Spanyol. Kapal-kapal itu dengan cepat tenggelam. Ribuan umat Islam tidak bisa berbuat apa-apa karena sama sekali tidak bersenjata. Mereka juga kebanyakan terdiri dari para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Sedang para tentara Salib telah
mengepung mereka dengan pedang terhunus.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara Salib segara membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman. Tragedi ini bertepatan dengan tanggal 1 April. Inilah yang kemudian diperingati oleh dunia Kristen setiap tanggal 1 April sebagai April Mop (The April’s Fool Day). Pada tanggal 1 April, orang-orang diperbolehkan menipu dan berbohong kepada orang lain. Bagi umat Kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara Salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekedar hiburan atau keisengan belaka.

Bagi umat Islam, April Mop tentu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Hari di mana ribuan saudara-saudaranya seiman disembelih dan dibantai oleh tentara Salib di Granada, Spanyol. Sebab itu, adalah sangat tidak pantas juga ada orang Islam yang ikut-ikutan merayakan tradisi ini. Siapapun orang Islam yang turut merayakan April Mop, maka ia sesungguhnya tengah merayakan ulang tahun pembunuhan massal ribuan saudara-saudaranya di Granada, Spanyol, 5
abad silam.

Wahai saudara-saudariku sesama Muslim, sampai hatikah Anda semua merayakan April Mop sekarang ini, setelah mengetahui apa yang sebenarnya melatar belakangi perayaan yang diadakan dunia Barat setiap tanggal 1 April itu???
Allah SWT akan menjadi saksi bagi kita semua.


Sumber

Valentine Day Dalam Konsep Islam

Velentine Day dalam Konsep Islam

Saat ini Indonesia juga sudah terbius dengan euforia kehidupan dunia modern yang dihembuskan pihak barat. Satu minggu sebelum valentin day (14 Februari), disetiap mall-mall atau pusat perbelanjaan akan didominasi oleh warna merah muda/pink yang dijadikan simbol peringatan valentin ini. Padahal Indonesia memiliki penduduk mayoritas Islam akan tetapi banyak diantara mereka yang tidak memahami apa dan bagaimana asal usul valentin day tersebut. Berikut beberapa hal yang dirasa menyimpang dari ajaran islam, dan lebih mendekati kepada hal-hal yang berbau maksiat, syirik dan hal-hal mudharat lainnya.

1. Peringatan Hari Besar Agama Lain
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)

2. Velentine Berasal Dari Budaya Syirik
Kata valentin tersebut berasal dar bahasa latin yang berarti 'Sang Maha Kuasa' dan pujaan ini ditujukan kepada Nimroe dan Lupercus tuhannya orang Romawi. Hal ini dikatakan dalam Al-Qur'an sebagai sebuah perbuatan syirik karena menyekutukan Allah SWT, sehingga umat islam yang memperingatinya akan digolongkan kepada dosa besar.
Bedakan diri kalian dari orang-orang Musyrik. HR. Bukhari Muslim

3. Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang sudah mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Ada mitos dikalangan remaja yang menyatakan bahwa pada tgl 14 Februari tersebut semua praktek maksiat boleh dilakukan seperti berciuman, berpelukan, bahkan berhubungan seks karena itu semua merupakan ungkapan rasa kasih sayang. Bahkan ada beberapa orang tua (yang menganggap diri mereka adalah jiwa-jiwa modernis yang menganut paham bebas) yang mengizinkan anaknya untuk memperingati hari ini bersama pacar-pacarnya karena hal itu dianggap lumrah pada kehidupan remaja saat ini.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Isra’: 32)

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat islam bisa lebih memproteksi diri dan menjalankan ibadah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Hadits, dan jauhilan perbuatan yang mungkar. Dan sikap MUI Indonesia yang telah mengeluarkan fatwa Haram untuk peringatan hari valentin ini bisa menjadi acuan kita untuk lebih berprilaku hidup sebagai seorang muslim yang lebih ta'at.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. QS. 17:36

Asal usul peringatan Valentine Day

Valentin sebetulnya nama seorang MARTYR (orang kristen yang terbunuh karena mempertahankan ajaran agama yang dianutnya),VALENTIN yang sebenarnya adalah nama seorang tokoh agama kristen yang karena kesolehannya dan kedermawanannya diberi gelar Saint atau Santo disingkat dengan St,dia mempunyai tempat istimewa didalam ajaran agama ini. Panggilan atau gelar ini dilekatkan pula kepada tokoh kristen yang lainnya,seperti St.Paul, St.Peter, St.Agustine dan sebagainya.St hanya dihubungkan dengan nama seorang penganjur dan pemimpin besar agama kristen dan karenanya tidak dapat diberikan kepada sembarang pemeluk agama ini,yang tingkat keagamaannya masih rendah.St Valentin ini karena pertentangannya dengan Kaisar CLAUDIUS II penguasa Romawi pada waktu itu berakhir dengan pembunuhan atas dirinya pada abad ketiga, tepatnya pada tanggal 14 Februari tahun 270 masehi, Menurut kepercayaan kristen kematian Valentin ini dikategorikan kepada mati syahid, sebagaimana orang islam menyebut bagi seorang muslim yang terbunuh didalam peperangan mempertahankan agamanya.
Asal mula hari Valentine tercipta pada jaman kerajaan Romawi. Menurut adat Romawi, 14 Februari adalah hari untuk menghormati Juno. Ia adalah ratu para dewa dewi Romawi. Rakyat Romawi juga menyebutnya sebagai dewi pernikahan. Di hari berikutnya, 15 Februari dimulailah perayaan ‘Feast of Lupercalia.’
Pada masa itu, kehidupan belum seperti sekarang ini, para gadis dilarang berhubungan dengan para pria. Pada malam menjelang festival Lupercalia berlangsung, nama-nama para gadis ditulis di selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Nantinya para pria harus mengambil satu kertas yang berisikan nama seorang gadis yang akan menjadi teman kencannya di festival itu.
Tak jarang pasangan ini akhirnya saling jatuh cinta satu sama lain, berpacaran selama beberapa tahun sebelum akhirnya menikah. Dibawah pemerintahan Kaisar Claudius II, Romawi terlibat dalam peperangan. Claudius yang dijuluki si kaisar kejam kesulitan merekrut pemuda untuk memperkuat armada perangnya.
Ia yakin bahwa para pria Romawi enggan masuk tentara karena berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Akhirnya ia memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di Romawi. Saint Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah ini.
Ia bersama Saint Marius secara sembunyi-sembunyi menikahkan para pasangan yang sedang jatuh cinta. Namun aksi mereka diketahui sang kaisar yang segera memerintahkan pengawalnya untuk menyeret dan memenggal pendeta baik hati tersebut.
Ia meninggal tepat pada hari keempat belas di bulan Februari pada tahun 270 Masehi. Saat itu rakyat Romawi telah mengenal Februari sebagai festival Lupercalia, tradisi untuk memuja para dewa. Dalam tradisi ini para pria diperbolehkan memilih gadis untuk pasangan sehari.
Dan karena Lupercalia mulai pada pertengahan bulan Februari, para pastor memilih nama Hari Santo Valentinus untuk menggantikan nama perayaan itu. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentine.
Peringatan Hari Valentine
Di berbagai belahan dunia, orang beramai-ramai mengamini bahwa tanggal 14 Februari adalah hari Velentine. Di Indonesia pun, para warganya turut menyambut gembira datangnya hari kasih sayang ini, meskipun sebenarnya mereka tak tahu pasti mengapa harus ikut merayakan hari tersebut.
Di AS, Miss Esther Howland tercatat sebagai orang pertama yang mengirimkan kartu valentine pertama. Acara Valentine mulai dirayakan besar-besaran semenjak tahun 1800 dan pada perkembangannya, kini acara ini menjadi sebuah ajang bisnis yang menguntungkan.
Perlahan semarak hari kasih sayang ini merebak keluar dan menular pada masyarakat di seluruh dunia dibumbui dengan versi sentimentak tentang makna valentine itu sendiri. Bahkan anak-anak kecil pun tertular dengan wabah ini, mereka saling berkirim kartu dengan teman-temannya di sekolah untuk menunjukkan rasa sayang mereka.
Menurut Greeting Card Association, diestimasikan satu juta kartu valentine dikirimkan setiap tahunnya, membuat Hari Valentine sebagai kartu terbanyak kedua yang dikirim per tahun (Kartu Natal diperkirakan dikirimkan sebanyak 2,6 juta lembar).
Kurang lebih 85 persen dari keseluruhan kartu Valentine dibeli oleh wanita. Keliatannya pria kurang begitu berminat untuk mengirim-ngirim kartu Valentine akan tetapi lebih memilih membeli bunga untuk diberikan.
Dan coba anda bayangkan, apakah Isra' Mikraj Nabi Muhammad SAW, Maulid Nabi, peringatan tahun baru hijriyah dan peringatan hari besar islam lainnya akan bisa mencatatkan angka pengiriman kartu seperti yang terjadi untuk hari valentin....jawabannya tidak, karena islam tidak terlalu memikirkan hal-hal yang terlalu berlebihan dan mubazir.


Sumber : Dari berbagai sumber

Assalamualaikum Wr. Wb

Terimakasih atas kunjungannya, saya berharap melalui media ini akan kita coba gali beberapa permasalahan umat yang tidak bisa terpecahkan melalui pengajian-pengajian yang biasa dilakukan. Sengaja blog ini dibuat dan diperuntukan bagi jama'ah yang merasakan keraguan untuk mendapatkan jawaban dari sebuah pandangan agama. Banyak hal yang terkadang tidak terungkap disaat ceramah-ceramah agama, hal inilah yang akan secara bersama kita bahas di dalam blog ini.

Terkadang ada juga jama'ah, anak muda, pasutri, karyawan, ataupun dari profil kehidupan yang lain yang merasakan kurang nyaman berdialaog langsung dengan seorang ustadz atau buya, melalui blog ini akan dikondisikan sebuah perasaan lebih nyaman untuk berdialog di dunia maya tanpa harus berhadapan langsung.
 
http://api.flickr.com/services/feeds/photos_public.gne?id=35309703@N06&lang=en-us&format=rss_200
Buya Drs. H. Diflaizar - Padang, West Sumatera - Indonesia.